LEMBARAN KELABU
Nisan yang tertancap kuat di tanah peristirahatan, membaringkan tiap ruh cita dan cinta, mencabut nyawa kebahagiaan dan tawa, membawa tiap jengkal hati ke Muara kepedihanNisan yang terukir dari darah dan hati yang hancur, mengucurkan nira-nira kecut dari mata suci, menghapus tiap harap dan do’a
Nisan yang tertanda tentang tubuh yang di tinggalkan nyawanya, membawa kembali kehadirat-Nya.
‘’ Ya Allah… Kenapa engkau mengambilnya ? Kenapa Ya Allah? Kenapa? Aku selalu tunduk atas perintah-Mu, Aku tak pernah mendustai Iman dan ajaran-Mu, tapi kenapa Ya Allah ? Kenapa Engkau mengambil-Nya?
Kata terucap bagaikan petir yang menggelegar di langit, pahit adn perih, Berkata tentang segala rasa dalam hati, tentang sakit dalam keterpurukan, tentang cinta yang telah menutup hari untuk selama-lamanya.
Dua hari setelah kepergian Istrinya, hidup Roni seakan tak berarti, tak sebutir pun nasi yang Ia izinkan untuk melewati mulutnya, tak setetespun air yang Ia minum untuk mengganjal perih, selama itu pula Ia tak membiarkan sedetikpun mimpi indah mengisi malam- maalmnya, ahnya sesal dan amarah yang mengisi otaknya.
’’Ami... Apa ami di sana bahagia ??”, Mungkin Allah ingin membunuh Abi pelan-pelan dengan mengambil Ami dari sisi abi“, cacian hina terlontar dari bibir Roni ,hatinya seakan di penuhi oleh rasa dendam, tak menyisakan setotes pun kejernihan atas imannya kepada sang pencipta .
“’Ami…! Ami...!’’,teriak Roni .Roni melihat Ami menangis diatas pusaranya.matanya sembab oleh air mata.
‘’Ami kenapa?” , Roni mencoba mengusik ketenengan diantara mereka.
’’Jangan dekati aku......!”, Bentak Ami seraya menyingkirkan tangan Abi.
’’Abi tau betapa sakitnya Ami mendengar Abi selalu menyalahkan Allah atas kepergian Ami, Abi jahat...! Mana Abi yang Ami kenal dulu? Mana Abi yang selalu tunduk dalam perintah Allah, mana Abi yang mencintai Allah dengan segenap hati, Mana Abi ... Mana???’’
Roni bangun dari tidurnya. Nafasnya tersengal- sngal. Roni menangis tersedu- sedu, dia baru sadar bahwa Allah Maha Kuasa, Allah berhak menghidup matikan seorang makhluk. Ia baru menyadari betapa bodohnya Ia, betapa dholimnya Ia terhadap Allah.
‘’Maafkan aku ya Allah!”, maafkan aku yang telah meniadakan ni’mat hidup dari- Mu, maafkan aku ya Allah! Maafkan aku yang telah meninggalkan ajaran- Mu.Ya Allah maafkan aku!
Hari- hari telah berlalu, Roni berusaha menutup lembaran cerita hidup masa lalu. Ia berusaha kembali ke jalan Illahi.
Dia tahu bahwa hidup hanya sepenggal cerita , yang mungkin penuh derita dan hanya menyisakan tetes- tetes bahagia .
Roni hanya bisa membuat segala kepedihan menjadi sebuah kesenangan ,karena ia tahu hidup hanya untuk “Bahagia”.
0 komentar:
Posting Komentar